Beranda | Artikel
Sengsara Gara-Gara Mengejar Ketenaran
Jumat, 16 Maret 2018

Bismillah.

Sebagian ulama salaf berkata, “Orang yang ikhlas berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan kejelekan-kejelekannya.”

Ketika disampaikan kepada Imam Ahmad bin Hanbal mengenai pujian orang lain kepadanya, maka beliau berkata, “Apabila seorang telah mengenali jati dirinya sendiri niscaya tidak lagi bermanfaat/berpengaruh kepadanya ucapan/pujian manusia.”

Para ulama juga berkata, “Orang yang berakal adalah yang mengerti hakikat dirinya dan tidak tertipu dengan pujian dari orang-orang yang tidak mengenali seluk-beluk dirinya.”

Sebagaimana diketahui bahwa ikhlas merupakan amalan hati yang sangat penting. Tanpa keikhlasan maka sebesar atau sebanyak apapun amalan tidak akan diterima. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam sebuah hadits qudsi, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya antara Aku dengan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Perilaku memburu ketenaran memiliki dampak yang buruk kepada amalan. Orang arab mengatakan ‘hubbuzh zhuhur yaqtha’u zhuhur’ artinya cinta ketenaran akan mengakibatkan penderitaan, karena terlalu memburu ‘ketinggian’ akhirnya punggungnya pun patah; demikian gambaran mengenai akibat buruk perilaku memburu popularitas. Singkatnya, orang yang mengejar ketenaran justru akan repot dan rugi sendiri. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Oleh sebab itu para ulama mengungkapkan bahwa hakikat ikhlas adalah melupakan pandangan makhluk dengan senantiasa memandang kepada [kemauan] Allah. Bukan berarti orang yang ikhlas tidak mau mendengar nasihat dan kritikan, tetapi orang yang ikhlas selalu berusaha menundukkan keinginannya kepada kecintaan Allah. Sampai-sampai masalah kecintaan kepada orang lain pun ia landasi dengan niat ikhlas karena Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits sahih tentang salah satu sifat orang yang bisa merasakan manisnya iman, “Dan dia mencintai seseorang; tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pribadi yang ikhlas menyadari hakikat dirinya di hadapan Allah yang penuh dengan dosa dan kesalahan. Oleh sebab itu dia menyesali dosanya -walaupun orang lain tidak mengetahui dosanya, karena Allah mengetahui segalanya- dan dia tidak pelit untuk meneteskan air mata kala sendiri dan mengingat Rabbnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits mengenai 7 golongan yang diberi naungan oleh Allah, salah satunya, “Seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian/sepi lalu mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Inilah tetesan air mata keikhlasan.

Walaupun sejuta atau semilyar penggemar memuji anda maka Allah yang paling tahu tentang aib dan kekurangan anda. Orang yang berjalan menuju Allah akan mengingat dan meneliti aib-aib yang ada pada diri dan amal-amalnya. Dia sadar bahwa ketaatan yang diberikan tidak sebanding dengan keagungan hak Allah sang pemberi segala nikmat dan keutamaan. Sesungguhnya Allah benar-benar memiliki karunia atas manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui…

Ibrahim at-Taimi rahimahullah dengan penuh kerendahan hati mengatakan, “Tidaklah aku memaparkan ucapanku kepada amalku kecuali aku khawatir aku termasuk golongan orang yang mendustakan (amalnya mendustakan ucapannya, pent).”

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Orang beriman memadukan antara berbuat kebaikan dengan perasaan khawatir, sementara orang kafir memadukan antara berbuat buruk dengan perasaan aman-aman saja/merasa tidak bersalah.”

Mari teliti kembali aktifitas kita; jangan-jangan kita termasuk pecandu ketenaran…


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/sengsara-gara-gara-mengejar-ketenaran/